Jumat, 14 November 2008

biografi idol

Sony Dwi Kuncoro, Pebulutangkis Harapan Indonesia



saat meraih hadiah di Japan Open SS 2008

Sony Dwi Kuncoro Pemain Bulu Tangkis dari Indonesia kelahiran 7 Juli 1984, Surabaya, Jawa Timur adalah putra dari pasangan Mochammad Summadji dan Asmiati. Ketika masih muda Sony bergabung dengan klub badminton Suryanaga Surabaya, hobi Sony adalah dibidang otomotif dan travelling.


Sony berhasil merebut medali perunggu di bagian tunggal putra mengalahkan Boonsak Ponsana dari Thailand pada Olimpiade Athena 2004 dengan skor 15-11 dan 17-16. Selain itu ia juga menjadi runner up pada Kejuaraan Dunia IBF (International Badminton Federation) tahun 2007 setelah kalah melawan Lin Dan di Stadium Putra, Bukit Jalil, Malaysia. Sony juga meraih kemenangan pada Chinese Taipei Open setelah mengalahkan Taufik Hidayat di putaran final dengan skor 18-21, 21-6, 21-13. Selain itu ia juga dua kali meraih mendali emas untuk single putra pada SEA Games tahun 2003, 2005 dan pada SEA Games 2007 ia membantu tim Indonesia memenangkan mendali emas pada pertandingan ganda putra.


Semenjak kecil, Sony dibina untuk menjadi seorang atlet bulu tangkis. Ia rela melepaskan bangku pendidikan saat ia beranjak SMP (Sekolah Menengah Utama). Lebih dari setengah hidupnya ia dedikasikan untuk olahraga tepok bulu tersebut. Menurutnya, bulu tangkis merupakan hidupnya. Impian Sony untuk masuk PELATNAS (Pelatihan Nasional) di Jalan Damai, Cipayung pada tahun 2003 bersamaan dengan masuknya pebulu tangkis andalan Indonesia, Maria Kristin pun tercapai setelah bertahun-tahun berlatih di Suryanaga, Surabaya.


Saat pertama kali berhubungan di dunia pelatihan khusus atlet nasional, PELATNAS, Sony langsung dibina oleh seorang atlet senior, yaitu Marleve Mainaky. Marleve mengatakan, kunci keberhasilan Sony adalah karena ia berani dalam menyerang dengan sesekali melalui spekulasi smes silang.


Sejak keberadaannya di PELATNAS seiring pula dengan melesatnya perkembangan permainannya, Maleve yakin Sony dapat menggantikan Taufik Hidayat sebagai juara dunia pada Olimpiade 2008. Akan tetapi, usaha yang telah Sony lakukan demi meraih gelar juara dunia di Olimpiade 2008 (Agustus 2008) ternyata bukanlah suatu titik keemasannya karena ia harus pulang dengan kekalahan dari Lee Chong Wee pada babak perdelapan final. Kekalahannya pada Olimpiade Beijing langsung dibalasnya pada Japan Open Super Series 2008. Pada babak final, ia kembali ditantang Lee Chong Wee. Akan tetapi, kemenangan berada pada pihak Sony Dwi Kuncoro. Ia meraih gelar Super Series keduanya di tahun 2008 setelah meraih gelar Indonesia Open Super Series, Juni 2008. kemenangan yang beruntun terjadi lagi pada turnamen China Master Super Series, China (September 2008) setelah mempermalukan Xhen Jin sebagai tuan rumah dari negeri tirai bamboo tersebut. Pujian serta kebanggaan Indonesia memuncak saat itu. Tak henti-hentinya media massa dan elektronik menyebut-nyebut namanya sebagai tunggal putra pertama yang berhasil merebut gelar super series tiga kali berturut-turut dalam satu tahun (22 Juni, 24, dan 29 September 2008).


Setelah berhasil meraih gelar yang bertubi-tubi, Sony tidak mudah berbangga dan berpuas diri. Hal itu dikemukakan oleh ayah angkatnya yang tinggal tepat di seberang rumah Sony yang berdampingan dengan PELATNAS, Cipayung. Rumah yang ia dirikan awal 2008 itu telah menjadi kediaman tetapnya di Jakarta selain kampung halamannya di Surabaya. Rumah dengan gaya milimalis berwarna abu-abu ungu menjadi pusat perhatian penggemarnya.


Kehidupan Sony setelah ia sukses menjadi atlet bulu tangkis tidak berubah. Ia tetap menjadi Sony yang mandiri, ramah, dan tetap santun kepada orangtua. Kekayaan dan prestasi yang melimpah tidak dapat membuat Sony menjadi anak yang sombong. Hal ini dipaparkan oleh seorang teman akrabnya bernama Ryan yang juga merupakan anak dari bapak angkat sony selama berada di PELATNAS karena kedua orangtuanya tinggal di Surabaya. Sony pun berhasil mengantongi puluhan miliar rupiah selama menjadi atlet badminton.


Menurut hasil wawancara seorang siswi SMAN 39 Jakarta dengan satpam PELATNAS, Pak Tirta awal Oktober 2008, Sony merupakan atlet putra teramah. Begitu pun dengan Jo Novita sebagai atlet putrid teramah. Keramahannya turut dirasakan oleh masyarakat sekitar PELATNAS. Keseharian Sony tidak luput dari nilai keagamaan.


Setelah berhasil meraih tiga gelar super series di tahun 2008, Sony kembali melanjutkan rangkaian turnamen yang telah dirancang PB PBSI. Ia mewakili Indonesia diajang Denmark Open Super Series 2008 dan France Open Super Series 2008. Akan tetapi, pada dua turnamen itu, Sony tidak mampu membawa gelar berikutnya di tahun ini. Hal itu dikarenakan kondisi kakinya yang tidak memungkinkan akibat cidera yang sering ia alami menurut pelatihnya (2007 s.d. 2008), Hendrawan.


“Dalam setiap pertandingan, saya sudah ditunjuk dan saya harus menang karena saya yakin saya mampu. Untuk itu, saya tidak hanya bermain, tapi juga menang.” Hal itulah yang selalu diungkapkan Sony saat ditanya mengenai motivasi dia salaam bertanding.


Dalam umurnya yang sudah 23 tahun ini, Sony Dwi Kuncoro belum memikirkan untuk meninkah meski ia telah mempunya kekasih hati yang berdomisili di Surabaya. Ia fokus untuk mengejar kariernya sampai ia merasa sudah tidak kuasa lagi dalam mengejar dan menepuk bola berbulu itu. Menurutnya, usia emas seorang atlet adalah dimasa yang sedang ia alami saat ini dan ia tidak mau untuk melewatkan kesempatan untuk menjadi yang terbaik. Menurut hasil peringkat BWF (Badminton World Federation) 30 Oktober 2008, Sony berada pada urutan ke dua dunia setelah Lee Chong Wee yang notabenenya berusia jauh di atas Sony.


Keyakinan penghuni dan pengurus PELATNAS terhadap Sony semakin besar setelah menurunnya performa Taufik Hidayat yang sudah jarang memetik gelar dari setiap kejuaraan yang ia ikuti. Hendrawan yakin, inilah awal dari kesuksesan Sony sebagai pebulu tangkis andalan Indonesia, bahkan dunia.

Tidak ada komentar: